Iklan

Banner CK & DAW Honda


 




 

Tahu Simbar

 


Sosialisasikan Ranperda CSR, Santy Runtu Tegaskan Rakyat Butuh Kontribusi Nyata, Bukan Simbol

CitaKawanua.com
Thursday, 26 June 2025, 16:35 WIB Last Updated 2025-06-26T09:41:28Z
Santi Runtu Sosialisasi Ranperda CSR. (Foto Ist)


Tomohon|||CK- Di tengah sorotan publik soal absennya kontribusi sosial yang terukur dari perusahaan-perusahaan di daerah, DPRD Kota Tomohon menggulirkan langkah konkret, menyusun regulasi yang mengikat melalui Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan.


Sosialisasinya digelar Kamis (26/6) di Wale SMART, menyasar warga dari empat kelurahan di Kecamatan Tomohon Barat yakni Woloan Satu, Woloan Satu Utara, Woloan Dua, dan Woloan Tiga.


Langkah ini bukan tanpa alasan. Selama ini, pelaksanaan CSR di Kota Tomohon ibarat ruang hampa hukum, tidak ada standar, tidak ada kontrol, dan tidak ada akuntabilitas. Akibatnya, perusahaan bebas mendefinisikan CSR sesuka hati dari sekadar seremonial hingga bentuk-bentuk bantuan yang tidak menjawab kebutuhan masyarakat.


“Kita tidak bisa terus membiarkan CSR jadi ajang pencitraan. Sudah waktunya CSR menjadi kewajiban hukum, bukan sekadar kemurahan hati perusahaan,” tegas Santu Runtu, Anggota DPRD dari Fraksi PDIP.


Runtu menegaskan, Ranperda ini dirancang untuk menutup celah hukum yang selama ini dimanfaatkan oleh korporasi, sekaligus menjamin bahwa kontribusi sosial mereka betul-betul menyentuh lapisan masyarakat terdampak langsung oleh aktivitas perusahaan.


“Kalau tidak ada aturan, siapa yang bisa paksa mereka bertanggung jawab? Ranperda ini jadi alat dorong sekaligus alat paksa,” tambahnya.


Sementara itu, Helly Mogi, perwakilan BPKPD Kota Tomohon, yang memaparkan peran strategis negara dalam mengawal CSR. Ia membedah empat fungsi utama yaitu regulasi, evaluasi, fasilitasi, dan kolaborasi.


“Pemerintah tidak hanya membuat aturan. Kami punya hak mengevaluasi dampak CSR. Bila tidak sesuai prinsip sosial dan keadilan lingkungan, ada mekanisme sanksi, bahkan sampai pencabutan izin,” kata Mogi.


Mogi menyinggung kasus-kasus umum di lapangan yakni bantuan perusahaan yang tidak relevan dengan kondisi masyarakat, tumpang tindih dengan program pemerintah, hingga proyek CSR yang hanya menonjolkan citra korporasi.


“Jangan cuma bagi sembako saat ulang tahun perusahaan. Kalau wilayahnya berbasis pertanian, bantu alat atau pelatihan tani. Kalau daerahnya rawan banjir, CSR harus bicara mitigasi bencana,” sindirnya tajam.


Yang menarik, sosialisasi ini tidak berhenti di satu arah penyuluhan. Warga diajak memberi masukan terhadap draf Ranperda, sebuah pendekatan partisipatif yang jarang ditempuh dalam pembentukan produk hukum lokal.


“Kami ingin masyarakat punya ruang bicara. Jangan sampai regulasi lahir tapi tidak menyentuh realitas di lapangan,” ujar Runtu.


Kehadiran warga dari empat kelurahan menunjukkan tingginya animo untuk mengawasi bagaimana perusahaan akan diminta bertanggung jawab.


Ranperda ini, jika disahkan, akan menjadi koreksi terhadap praktik masa lalu di mana perusahaan bisa membangun kekayaan tanpa kewajiban moral dan sosial. Kota Tomohon kini berada di titik penting: apakah keberpihakan terhadap rakyat akan diikat dalam hukum, atau tetap menjadi retorika di atas panggung?


Satu hal jelas, masyarakat tidak lagi butuh CSR yang kosmetik. Mereka menuntut kepastian bahwa keberadaan perusahaan di daerah harus memberikan manfaat sosial yang terukur, transparan, dan berkelanjutan. (MiRa)



Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Sosialisasikan Ranperda CSR, Santy Runtu Tegaskan Rakyat Butuh Kontribusi Nyata, Bukan Simbol

Terkini

Iklan CK